Kembali tapi Tak Sama (#cerpen)

cerpen galau
Matahari pagi itu seperti mengintip di balik mendungnya langit. Matahari selalu tersenyum meski tampak sedih di balik mendung. Dua kaki kecil bergantian ke depan dan kebelakang menelusuri pinggir jalan sambil sesekali melompat melewati genangan air. Ya… Semalam hujan terjun bebas menghantam bumi seakan menangis karena perihnya luka hati..

Hati siapa?

Entah lah.







Tangan kecilnya membawa lembaran kertas dengan tulisan padat berisi berita beberapa hari belakangan.

Berita bagus kah?

Entah lah.

Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan.. Tepat delapan lompatan menghindari genangan air sampai anak kecil itu datang menghampiri ku membawa lembaran itu..

“ Korannya mas?” Anak itu menyapa ku dengan penawarannya.

“ Boleh saya lihat dulu korannya?” Aku melontarkan pertanyaan aneh untuk seseorang yang akan membeli Koran. Bagaimana mungkin membeli koran dengan membacanya terlebih dahulu kemudian membayarnya.

“ Boleh.” Anak itu menjawab dengan cepat dan melontarkan senyuman tulusnya kepada pembeli yang mungkin saja tidak ingin membeli korannya.

Aku memang tidak ingin membaca koran hari itu. Aku hanya akan membeli beberapa koran darinya dan menggunakannya untuk alas penutup barang-barang yang akan ku simpan di gudang rumahku. Kenapa tidak koran bekas saja? Pertannyaan yang bagus. Aku akan menyimpan barang-barang pemberian seseorang yang mungkin saja kembali.

Mungkin…

Jika dia kembali, maka koran hari itu akan mengingatkan ku saat aku mulai menyerah dan memutuskan untuk melupakannya.

Januari akan berakhir… Apakah harapan ku agar dia kembali berlalu bersama Januari? Kemudian dia tidak akan datang lagi…

“ Baiklah, saya akan membeli 4 koran sekaligus.”

“ Ha? Beneran?” Mata anak itu berbinar-binar layaknya kristal karena hari masih pagi tapi sudah menjual 4 koran sekaligus.

“Yap… Kenapa tidak?”

“Oke.” Tanpa basa-basi si anak kecil itu memberikan ku 4 koran dari tangannya.

“Terima kasih.”

Anak kecil itu meletakan korannya di atas bangku yang aku duduki kemudian duduk di sebelahnya. Anak kecil itu duduk dengan mengayun-ngayunkan kaki melihat ke kanan kemudian melihat ke kiri dengan senyum kecil yang terlukis di wajahnya.

“Kenapa tidak dibaca korannya?”

“Oh ini? Saya tidak berminat membacanya.”

“Kenapa? Apa karena mas kasihan melihat aku yang kecil kemudian membeli 4 koran sekaligus?”

“Hahaha… Ternyata kamu anak yang pintar berbicara ya. Tidak, aku tidak akan membacanya. Aku akan menggunakannya untuk hal yang lain.”

“Oh…”

“…”

Hari itu tidak terlalu banyak orang yang melintasi pertigaan itu. Mungkin karena hujan semalam atau karena aku terbawa dengan perasaan selalu sendiri belakangan ini. Perasaan yang membuat aku seperti tidak menyadari banyaknya orang yang lewat di sekitaran ku.

“Sedang menunggu seseorang mas?”

“Iya… Ah, Tidak.”

“Hahaha… Sebentar menunggu sebentar tidak. Mengapa begitu?”

“Mungkin dia tidak akan pernah datang.”

“…”

“…”

“Apakah dia orang yang baik?”

“Ya… Dia wanita yang sangat baik.”

“Kan!!! Dia pasti datang!”

“Saya tidak pernah membuat janji dengannya di sini dan tidak di mana pun.”

“Terus kenapa menunggu kalo tidak membuat janji? Orang dewasa itu membingungkan.” Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Saya cuman berharap jika dia akan kembali entah di sini atau di mana pun.”

“Menurut ku dia tidak akan datang… Karena mas tidak pernah membuat janji dengannya.” Dia membalas perkataan ku dengan mengagkat kedua bahunya.

“Jika kamu sudah dewasa, kamu akan tau kalau takdir akan membawa mu ke orang yang paling kamu tunggu.”

“Aku sangaaaaaaaaat tidak mengerti. Hahaha… Terus, dia orang yang seperti apa?”

“Dia seperti apa ya? Banyak hal indah di Bumi… Mungkin dia salah satunya...”

“Apa dia seperti ibu peri?... Aku tidak mengerti.”

“Hahahaha.. Dasar… Tidak, dia tidak mungkin secantik peri. Dia tidak bisa terbang apa lagi memiliki sayap dan tongkat ajaib, karena itu dia bukan ibu peri. Dia tidak lah secantik yang kamu bayangkan. Dia mempunyai banyak kelemahan. Dia seorang yang manja, tidak tahu harus berbuat apa saat berada di lingkungan baru, bahkan tidak pernah percaya dengan dirinya sendiri. Dia mempunyai mata yang tidak terlalu lebar. Dia tidak mempunyai rambut yang lurus dan halus, tapi rambutnya yang berombak itu membuatnya sangat saya kagumi.  Dia tidak punya tubuh yang tinggi dan langsing seperti super model yang banyak dikagumi pria. Dia hanya seorang wanita dengan tinggi badan seadanya dan memiliki berat badan yang sedikit berlebih .. hahahah.. mungkin jika dia mendengarnya, saya bisa terkena pukulan maut darinya hahahha.. Tapi dia itu memiliki sesuatu yang.. saya tidak tau itu apa.. Dia telah menyentuh hati saya… Saya tidak pernah menunjukan bahwa saya sangat menyayangi dia.. Padahal saya sangat mengagumi dia.. hahahha”

“Baik lah… Mungkin aku sangat sulit membayangkannya. Mungkin seperti kakak yang di sana ya?” Anak itu menujuk ke seberang pertigaan jalan.

Aku mengikuti arah jari telunjuk anak itu dan menoleh ke arah kiri dan tepat diseberang sana ada seorang wanita berdiri seperti menunggu seseorang. Dengan blouse sifon dan celana panjang.. tapilan sederhana yang sering aku lihat. Itu dia… wanita yang tadi aku bicarakan dengan anak kecil di sebelah ku ini. Aku berfikir mungkin takdir membawa ku hari itu untuk bertemu dengannya. Setelah aku memutuskan menyerah, kemudian aku seperti melihat titik terang jalan kembali padanya.
Aku terdiam dan seperti tidak sadarkan diri. Mimpi? Tidak ini kenyataan.. Aku bisa merasakan dinginya hari itu. Apa yang harus aku lakukan? Mulai berdiri dan berlari kearahnya atau tetap duduk dan berharap dia melihat ku.

Mungkin tidak hari ini untuk ragu. Entah kenapa kursi yang aku duduki hari itu seperti magnet alam yang sangat kuat dan membuat ku harus mengumpulkan tenaga untuk sekedar berdiri. Aku mulai mengangkat badan ku. Tangan aku tumpukan ke kursi dan kemudian mendorong untuk membantuku berdiri. Aku berdiri dengan sempurna. Aku pun menoleh ke arahnya..
Kemudian…

“…”

“…”

Kemudian aku melihat seorang pria yang berbicara dengannya. Hanya sepersekian detik keadaan berubah. Aku tidak bisa melihat wajah pria itu. Dia orang yang aku kenal atau tidak. Pria itu menghadap kearahnya dan membelakangi ku. Aku tidak bisa lagi melihat dia tapi hanya punggung sang pria itu.

Mungkin sudah saatnya aku menyerah… Dia dan pria itupun berlalu ke arah lainnya. Sedangkan aku hanya berdiri diam. BERAKHIR… Itu lah judul hari ini…

Aku kembali menoleh ke kanan dan melemparkan senyum sambil berkata,” tidak itu bukan dia…”

“Mas mau kemana? Tidak mau menunggu sedikit lebih lama lagi?”

“Tidak, dia tidak akan pernah datang. Mungkin jika kembali, dia tak akan sama lagi” aku mengakhiri dengan senyum kepada anak itu kemudian berlalu dari kursi itu.

Hari itu Januari pun berakhir. Saat di mana aku akan melupakannya… Oh iya…. Dia memang kembali… Tapi tak sama lagi…

End.

Comments